Skip to main content

Menjadi orang tua memang tidak mudah dan selalu jadi perjalanan menantang, terlepas dari generasinya. Sebelum ada orang tua milenial, ada generasi X. Kemudian, ada generasi Baby Boomers, dan seterusnya. Semua generasi nyatanya berbagi kesulitan dalam memahami anak-anak mereka dan mengikuti perkembangan dunia yang ada di sekitar mereka.

Namun, orang tua saat ini menghadapi serangkaian hambatan yang cukup unik. Salah satu tantangannya diakibatkan oleh perubahan cepat dalam teknologi dan norma sosial yang telah menciptakan kesenjangan signifikan antara orang tua (generasi milenial dan X) dengan anak-anak (generasi Z dan alpha).

Sebelum itu, Anda perlu mengidentifikasi apa saja tantangan sebagai orang tua yang perlu dihadapi saat ini. Mengetahui semua tantangan yang ada akan membantu Anda untuk merespons setiap keadaan dengan lebih baik dan tepat. 

Mendefinisikan Generasi Z dan Generasi Alpha

Generasi Z atau yang biasa dikenal sebagai Gen Z, mencakup individu yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Generasi ini telah terbiasa dengan internet, media sosial, dan teknologi digital sejak usia dini. Generasi Alpha, di sisi lain, mengacu pada mereka yang lahir dari tahun 2013 dan seterusnya. 

Generasi ini tumbuh di dunia yang lebih maju dan terhubung. Keterhubungan serta interaksi dengan perangkat pintar jelas jauh lebih tinggi dari pada generasi sebelumnya. Anak-anak Generasi Alpha bahkan cenderung sudah terbiasa dengan kecerdasan buatan sejak kecil.

Tantangan yang Dihadapi Orang Tua Saat Ini

Orang tua yang memiliki anak-anak Gen Z dan Gen Alpha sering kali merasa berada di persimpangan. Pada satu sisi orang tua mencoba memahami pola pikir anak-anak mereka. Kemudian di sisi lain orang tua sedang berusaha beradaptasi dengan dunia yang berbeda dari masa muda mereka. 

Jika tidak diatasi dengan baik, kesenjangan generasi ini dapat menyebabkan kesalahpahaman, konflik, dan frustrasi antara anak dan orang tua. Beberapa tantangan yang kemungkinan besar orang tua hadapi ialah sebagai berikut. 

1. Penduduk Asli Digital vs. Pendatang Baru Digital

Anak-anak Gen Z dan generasi berikutnya tumbuh sebagai “penduduk asli digital” (digital natives) yang sangat akrab dengan teknologi sejak usia dini. Sebaliknya, kebanyakan orang tua merupakan “pendatang baru digital” (digital immigrants) yang harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang makin pesat. 

Perbedaan ini sering kali menimbulkan kesenjangan pemahaman tentang cara teknologi digunakan. Orang tua kemungkinan besar merasa kesulitan mengikuti perkembangan teknologi dan aplikasi baru yang digunakan anak-anak mereka, sementara anak-anak mungkin merasa frustrasi karena kurangnya pemahaman orang tua terhadap dunia digital. 

Kesenjangan ini juga membuat orang tua perlu lebih berhati-hati dalam mengawasi dan membimbing anak-anak saat menggunakan teknologi. Meskipun ada banyak informasi positif yang berguna untuk menambah wawasan anak, tetapi Anda tak boleh lengah dengan informasi negatif yang bisa merusak pemikiran atau memupuskan harapan anak-anak terhadap masa depan. 

2. Perubahan dalam Norma Sosial

Seiring perkembangan zaman, norma sosial dan budaya pun ikut berubah dengan perubahan yang terjadi lebih cepat dari pada sebelumnya. Anak-anak masa kini tumbuh dalam lingkungan yang lebih terbuka dan inklusif dengan nilai-nilai yang mungkin berbeda dari yang dipegang oleh generasi sebelumnya. 

Ambil contoh isu-isu seperti kesetaraan gender, hak LGBTQ+, dan keadilan sosial yang saat ini nyatanya lebih dominan serta diterima di kalangan generasi muda. Sebagai orang tua, tentu Anda perlu beradaptasi dengan perubahan tersebut dan berusaha memahami serta menghargai pandangan anak-anak. Tantangan muncul ketika ada benturan antara nilai-nilai tradisional yang dianut orang tua dan pandangan progresif anak-anak.

3. Informasi yang Terlalu Banyak

Akses yang hampir tidak terbatas ke informasi melalui internet membawa manfaat, tetapi juga tantangan besar. Anak-anak dapat dengan mudah menemukan informasi dari berbagai sumber, yang kadang-kadang tidak selalu akurat atau sesuai dengan usia mereka. 

Orang tua harus menghadapi tantangan untuk mengontrol dan menyaring informasi yang dikonsumsi anak-anak mereka. Selain itu dengan begitu banyak informasi yang tersedia, anak-anak bisa mengalami kebingungan atau ketidakpastian dalam menentukan mana informasi yang benar dan mana yang tidak. 

Orang tua perlu membimbing anak-anak dalam keterampilan literasi digital dan berpikir kritis untuk menyaring informasi dengan benar. Jika Anda membutuhkan bantuan untuk mengajarkan anak literasi media yang ada, coba baca informasinya lebih lanjut di sini

4. Perbedaan Pola Pikir Antar Generasi

Bagi anak-anak, generasi yang lebih tua mungkin cenderung lebih konservatif dan tradisional. Sementara anak-anak Gen Z dan Alpha sering menganggap diri mereka lebih liberal dan progresif. Perbedaan ini dapat menyebabkan benturan dalam hal pandangan hidup, keputusan sehari-hari, dan harapan terhadap masa depan. 

Sebagai contoh, pendekatan terhadap pendidikan, karier, dan kehidupan pribadi bisa sangat berbeda antara orang tua dan anak-anak. Orang tua perlu menemukan cara untuk menjembatani perbedaan ini dengan komunikasi yang efektif dan pemahaman yang mendalam terhadap perspektif anak-anak mereka.

Baca Juga: Alasan Pentingnya Bimbingan Konseling bagi Siswa SMA

Discover. Learn. Thrive.5 Tips Praktis Bagi Orang Tua untuk Terhubung dengan Anak-anak Gen Z dan Generasi Berikutnya

Untuk menjembatani kesenjangan generasi dan membangun hubungan yang sehat dengan anak-anak, orang tua dapat mencoba mengadopsi beberapa tips berikut. 

1. Terlibat dalam Dunia Digital Bersama

Pola pikir anak-anak generasi saat ini sangat dipengaruhi oleh dunia digital karena mereka adalah penduduk asli digital. Itu sebabnya orang tua harus mencari cara untuk terlibat dengan anak-anak mereka di dunia digital. 

Hal ini dapat dilakukan dengan cara yang sehat dan positif, seperti bermain video game bersama. Banyak anak yang menikmati video game dan bermain bersama bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat.

Sementara semua aktivitas ini bisa menyenangkan, pastikan juga untuk mengajarkan anak-anak Anda tentang keamanan digital, termasuk pengaturan privasi, mengenali penipuan online, dan memahami pentingnya melindungi informasi pribadi.

2. Tetap Terupdate dengan Tren Terkini

Mengikuti tren terkini dapat membantu orang tua menemukan titik temu dengan anak-anak mereka. Hal ini bisa termasuk mengikuti budaya populer, seperti budaya Korea dengan segala aktivitasnya, atau informasi tentang film, musik, sampai tren media sosial terbaru yang dapat membuka ruang untuk percakapan yang lebih dalam. 

Terlibat dalam tren terkini dapat membantu orang tua lebih memahami pola pikir anak-anak dengan memahami apa yang mereka minati sambil menunjukkan ketulusan untuk meningkatkan relasi antara keduanya.

Sebagai contoh, Anda bisa mencoba tren populer yang lucu di TikTok atau Instagram. Mencoba membuat konten dengan partisipasi orang tua dan anak-anak pasti akan sangat menyenangkan. 

Begitu selesai, Anda jadi bisa merasakan keterkaitan dan keterhubungan yang lebih dalam dengan anak-anak. Melakukan hal ini juga membuktikan kepada anak bahwa sebagai orang tua, Anda juga berusaha memahami tren-tren yang sedang berlangsung. 

Selagi membuat konten bersama, Anda bisa sekaligus mengedukasi mereka dengan mengajarkan potensi-potensi berbahaya yang ditimbulkan dari mengikuti tren buruk yang populer di kalangan anak-anak muda. Anda bisa mengajak mereka untuk berpikir mengapa suatu tren dapat membawa dampak buruk dan menyadarkan anak-anak bagaimana cara menavigasi setiap tren yang terlihat di media sosial. 

3. Mempromosikan Komunikasi Terbuka dan Empati

Mendorong komunikasi terbuka dan menunjukkan empati dapat membantu menjembatani kesenjangan generasi. Saat mencoba memahami pola pikir anak-anak generasi Z, pastikan Anda memusatkan upaya komunikasi pada mendengarkan secara aktif dengan menunjukkan minat yang tulus pada pikiran dan perasaan anak tanpa menawarkan solusi atau penilaian. 

Ciptakan ruang aman untuk memastikan anak merasa nyaman mendiskusikan kekhawatiran dan tantangan mereka dengan Anda. Terakhir, jangan lupa untuk memvalidasi pengalaman dan emosi mereka, bahkan jika Anda tidak sepenuhnya memahami apa yang sedang mereka alami.

Ingat bahwa kunci keterhubungan Anda dan anak terletak pada diskusi dua arah dari pada selalu memberikan perintah otoriter yang dapat membuat anak-anak menutup diri.

Untuk wawasan lebih lanjut tentang cara melakukan, Anda bisa mendengarkan episode Podcast Parenting Cherish kami dengan Pak Rizal Badudu yang berjudul “Ketaatan Anak: Pendekatan Positif & Efektif” di sini!

4. Mengajarkan Literasi Media

Memercayai anak-anak untuk menavigasi dunia digital secara bertanggung jawab berawal dari pembelajaran yang Anda berikan mengenai literasi media. Ajak anak-anak Anda untuk berdiskusi mengenai informasi yang mereka temukan. 

Dorong mereka untuk mempertanyakan informasi yang ditemui secara online dan mencoba memverifikasi sumber. Kemudian bantu juga dalam memahami bias yang ada di media dan pentingnya perspektif yang beragam. Hal ini akan membantu mereka untuk menyeimbangkan konsumsi digital dengan aktivitas lainnya.

5. Mendorong Kreativitas dan Kemandirian

Sebagai orang tua, Anda tentu menginginkan kedekatan dengan anak-anak. Dari pada menyuruh anak-anak Anda untuk melakukan hal ini atau itu, lebih baik dorong mereka untuk melakukan apa yang mereka senangi. 

Dukung kreativitas dan hasrat pribadi anak-anak dengan memberi ruang dan kebebasan untuk mengeksplorasi minat mereka, apakah itu seni, musik, olahraga, atau pemrograman. Selain anak-anak yang merasa mendapatkan full support dari orang tua, Anda pun jadi dapat melihat ke arah mana sebenarnya minat mereka yang sesungguhnya pada masa mendatang. Anda bisa ikut membantu anak-anak dalam mengidentifikasi potensi dan panggilan hidup mereka yang sudah diberikan oleh Tuhan.

Memberi ruang untuk kreativitas dan kemandirian juga akan membantu anak-anak mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kepercayaan diri, hingga rasa identitas diri. Semua ini memungkinkan mereka untuk menemukan, mengasah bakat, dan minat unik mereka yang mengarah pada perkembangan yang lebih memuaskan. 

Baca Juga: Pendidikan Karakter: Langkah-Langkah Praktis untuk Orang Tua

Mengapa Bekerja Sama dengan Sekolah yang Tepat itu Penting?

Perjalanan yang menantang dan tidak mudah ini tak perlu dijalani sendirian oleh para orang tua. Anda tentu dapat bekerja sama dengan sekolah yang sadar akan masalah generasi Z dan Alpha untuk memberikan dukungan tambahan. 

Sekolah Pelita Harapan (SPH) berkomitmen pada pendekatan kolaboratif yang sudah dijelaskan di atas dan dibuktikan dengan adanya program konseling sekaligus pengajaran yang dirancang untuk mengatasi semua tantangan yang dihadapi oleh orang tua.

Oleh karena itu selain mendidik siswa dalam proses belajar mereka, SPH juga menyediakan program pengajaran bagi orang tua untuk belajar dan berkembang, memastikan pendekatan holistik yang langsung terhadap pendidikan maupun pengasuhan.

Melalui kerja sama, orang tua dan sekolah dapat menciptakan lingkungan yang mendukung untuk menjembatani kesenjangan generasi dan mendorong perkembangan holistik anak-anak.

Memahami dan beradaptasi dengan kebutuhan unik anak-anak Gen Z memang menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua milenial. Namun dengan terlibat dalam berbagai aktivitas yang dilakukan anak-anak dengan tren saat ini, Anda bisa mengatasi setiap tantangan yang datang. 

Apa lagi Anda tak perlu berjuang sendiri karena institusi pendidikan formal seperti SPH, akan membantu menjembatani kesenjangan generasi dan membangun hubungan yang positif dengan anak-anak melalui Program Pembelajaran SPH yang menyeluruh.

Hubungi kami hari ini untuk melihat bagaimana SPH dapat menjadi mitra pendidikan yang tepercaya dalam perjalanan pengasuhan Anda!

Your Journey to Lifelong Learning Starts Here

Sekolah Pelita Harapan

Established in 1993, Sekolah Pelita Harapan (SPH) has become a trusted International Christian School in Jakarta providing Christian education for Indonesian and expatriate families. As a dedicated partner in education, SPH seeks to empower families with personalized programs and resources, fostering academic excellence, nurturing faith, building character, and facilitating their children's personal growth.